“Pak, maaf, apakah Bapak dapat membantu saya untuk ke masuk ruang perlombaan desain batik?,” sapa
salah seorang juri pengawas Festival Lomba Siswa Seni Nasional (FLS2N) tingkat
Kabupaten Muara Enim. “Ada yang dapat saya bantu, Pak?” sahut saya spontan.
“Peserta lomba desain batik, anak laki-laki paling pojok belakang itu murid
Bapak kan?” tanyanya lagi. “Iya, benar. Ada apa Pak?,” tanyaku balik.
“Sebelumnya mohon maaf Pak, tolong dibantu untuk menuliskan nama peserta dan
sekolahnya, serta delegasi dari rayon kecamatan mana. Terimakasih,” Jawabnya
panjang. Saya terdiam.
Saya mendekati anak tersebut. Dia terlihat kebingungan
dalam mengisi formulir daftar hadir dari panitia. Saya melihat ada tiga kolom
rangkap empat yang harus diisi. Lembar pertama, dia mengisi namanya
“Satderriii” dari delegasi Kecamatan Baba. Lembar kedua, dia mengisi namanya
“Cat deri” dari delegasi Kecamatan Bambang. Saya melanjutkan lembar berikutnya.
Isiannya pun bervariasi.
Namanya Satdri. Cat, Begitulah sapaan akrabnya. Salah
satu anak didikku di SD Negeri 10 Rambang kelas jauh, di Talang Airguci, Desa
Sugihan, Kecamatan Rambang. Dia sudah duduk di kelas 5. Namun kemampuannya
baca-tulis-hitung (calistung) belum optimal. Untuk menulis namanya sendiri saja
belum konsisten. Bahkan, dia masih kesulitan membedakan beberapa huruf.
Misalnya “b” dan “d”, “p” dan “q”, “c” dan “G”, “s” dan “z” dan masih banyak
lagi lainnya. Dalam penulisan huruf dan angka juga seringkali dia terbalik.
Kami, para pendidik, masih kesulitan menemukan cara
terbaik untuk Cat. Kami juga sulit untuk membaca tulisannya, termasuk saya.
Anehnya, serumit apapun tulisannya, dia dapat membacanya dengan mudah. Apa yang
ditulis, berbeda dengan yang dibaca. Saya terkesima, semacam kode rahasia.
Masyarakat memandangnya sebelah mata. Untungnya, semua
teman mendukung, tak ada yang meremehkan. Selain itu, saya senang rekan guru di
pedalaman mengajar dengan kasih sayang dan kesabaran. Melihat ketekunan mereka,
saya merasa tertantang. Walaupun saya bukan guru kelasnya, saya membuat
tantangan kepada diri sendiri untuk membuatnya lancar calistung dan menemukan
bakat terpendamnya. Entah bagaimana caranya.
Sampai pada suatu hari, di Bulan Februari, saya
mendapatkan informasi akan diadakan seleksi lomba tingkat sekolah untuk
mewakili SD Negeri 10 Rambang dalam FLS2N di Kecamatan Rambang-Lubai. Ada 15
cabang perlombaan. Saya mendapatkan amanah untuk memegang tiga ; Lomba Desain
Batik, Melukis, dan Pantomim.
Kami meyeleksi semua
peserta didik. Ternyata, kami menemukan mutiara terpendam. Cat salah satunya.
Walaupun belum lancar calistung, dia dapat membuat desain batik yang berbeda
dengan yang lain. Ketika teman-temannya membuat motif batik seragam,
kotak-kotak, dengan hiasan bunga di tengah, Cat membuat motif tumbuhan sulur
dengan assesoris binatang-binatang khas hutan, seperti babi dan ular. Unik! Bagiku,
ini adalah modal awal untuk membinanya menjadi Cat, sang desainer.
Terpilih menjadi wakil sekolah adalah awal perjalanan.
Setiap sore Cat harus berlatih membuat desain batik bersama pembimbingnya. Bisa
jadi ini adalah pengalaman pertamanya untuk memegang kuas dan cat poster, serta
berbagai macam peralatan desain. Tapi di luar dugaan, dia mampu menguasainya
dengan cepat. Sungguh mengagumkan.
Kerjakerasnya pun terbayarkan ketika Cat menjadi juara 1
lomba desain batik tingkat SD dalam FLS2N 2015 di Kecamatan Rambang dan
Kecamatan Lubai. Sungguh luar biasa,
pengalaman pertamanya menjadi juara dari 60 SD peserta. Dia pun menjadi
perwakilan FLS2N Muara Enim.
Saya masih ingat, waktu seleksi perlombaan di Muara Enim,
tak sedikitpun tampak kegugupan di wajahnya. Walaupun, awalnya kami sempat
kaget ketika memasuki ruang perlombaan, hampir semua peserta membawa peralatan
membatik lengkap dengan kompor dan canting. Kami hanya datang membawa kuas dan
cat.
Untungnya, ketua bidang seni budaya menjelaskan bahwa untuk
bidang lomba desain batik hanya membutuhkan pensil. Hanya pensil. Kain
disediakan oleh panitia. Sempat beberapa pendamping peserta protes dengan
keputusan ini. Namun, sekali lagi, beliau memutuskan hal ini berdasarkan TOR
yang sudah dibuat oleh Dinas Pendidikan Muara Enim. “Alhamdulillah, dengan
la maseh punya kesempatan Cat. Mangke dengan la harus membuat
desain yang ringkeh ya! Dengan anggap bae kain ini sebagai
pengganti kertas latihan kite pule. Cat pasti pacak!,” Ujarku
menyemangati.
Puji syukur kepada
Tuhan, ternyata Cat membawa pulang piala juara 3 untuk lomba desain batik dalam
FLS2N Kabupaten Muara Enim. Ini adalah capaian terbesar dalam hidupnya. Anak
yang dianggap sebelah mata, sekarang menjadi inspirator bagi teman-temannya.
Percaya tidak percaya, sepulang dia kembali ke talang Airguci, semua anak didik
minta diajari membuat desain batik. “Cat bae pacak buat gambar ringkeh
lok itu, kami la pasti pacak pule ya, Pak,” Ungkap mereka.
Masih ingat dengan jelas pesan salah satu juri lomba,
“Nak, dengan la harus belajar
lagi membaca ngan menulis ya. Mangke jadi uhang hebat pule,”
Cat berkata kepada saya, “Pak Hanif, aku hendak belajar serius pule.
Mangke kalu aku la kelas enam, kakgi aku la pacak
menjawab soal ujian sekolah. Aku janji ngan Bapak!,” Senang sekali
mendengar janjinya. Semoga Cat lanar calistung sebelum kelas 6, sebelum saya
selesai penugasan.
Sekali lagi, Allah membuktikan kuasanya bahwa setiap anak
itu spesial. Dia menciptakan setiap manusia dengan sebaik-baiknya. Termasuk
Cat. Siswa kelas 5 SD yang belum lancar calistung, tapi berbakat dalam bidang
desain. Terus berkarya ya, Nak! Selamat Hari Pendidikan Nasional 2015.
Senyummu adalah hadiah terindah untuk bapak.
lihat juga di https://indonesiamengajar.org/cerita-pm/hanif-13/cat
Comments
Post a Comment