Jika buku jendela dunia, membaca adalah kuncinya!
Serunya menghias Taman Baca Airguci dengan hall of fame pendidikan :) |
Itulah
salah satu nilai yang saya pegang sejak dulu. Membaca, membaca, dan membaca.
Pengetahuan akan kita dapatkan dengan membaca. Saking sukanya dengan
membaca, perpustakaan kampus pun menjadi basecamp saya ketika masih
kuliah.
Basecamp bukan berarti hanya tempat untuk membaca
lho. Lebih dari itu, basecamp bisa jadi tempat untuk berkumpul,
berdiskusi, beristirahat, atau hanya sekedar update anime dan membaca manga
online. Pokoknya perpustakaan menjadi rumah ketiga setelah kampus dan
masjid deh. Apalagi kantor redaksi humas kampus tempat saya bekerja
paruh waktu ada di puncak gedung perpustakaan. Pas banget! Bermalam di
perpustakaan pun sudah menjadi kebiasaan. Berasa rumah sendiri deh,
sudah kerasan.
Nah, nilai-nilai
inilah yang ingin saya tanamkan kepada anak-anak didik saya di SD Negeri 10
Rambang kelas jauh, Talang Airguci, Desa Sugihan, Kecamatan Rambang, Muara
Enim, Sumatera Selatan. Memaknai pentingnya membaca. Menikmati perpustakaan
menjadi rumah ketiga mereka setelah sekolah dan rumah orang tua mereka
tentunya.
Hampir empat tahun
tempat ini kedatangan Pengajar Muda (PM), Indonesia Mengajar. Banyak upaya
untuk menumbuhkan minat baca anak-anak talang. Puluhan, bahkan ratusan buku
berdatangan tiap tahunnya. Mulai dari buku pelajaran, ilmu pengetahuan, sampai
novel, semua ada, berlimpah. Berbagai macam kegiatan bersama relawan dilakukan,
termasuk dengan Penyala Palembang (Baca tulisan saya : Relawan,
Rela Punya Banyak Kawan). Sekali lagi, untuk menumbuhkan minat baca
anak-anak talang.
Saya beruntung,
menjadi PM keempat sudah dapat merasakan akumulasi hasil dari kerja keras
kakak-kakak saya. Mulai dari jaman Dimas Sandya (PM 2, 2011/2012), Trisa Melati
(PM 4, 2012/2013), sampai Nurul Adhim (PM 6, 2013/2014). Secara kualitas, minat
baca dan kemampuan membaca anak-anak talang Airguci sudah sangat bagus. Secara
kuantitas, peminat baca juga sangat meningkat drastis. Setiap sore dan malam
hari, anak-anak ini berdatangan ke rumah saya hanya untuk sekedar membaca.
Bergantian. Tak ada habisnya. Sehari bisa jadi lebih dari 25 anak berdatangan
silih berganti.
Oia, perpustakaan di sini sangat sederhana.
Berbeda dengan perpustakaan di kota. Semua buku ada. Cukup mengetik judul dan
penulis di search engine, sudah dapat mengetahui berbagai macam infonya.
Di talang Airguci, buku-buku disimpan di rumah hostfam PM. Jangankan
perpustakaan, gedung sekolahpun kami tiada (Baca tulisan saya : Kreativitas Melesat di Kelas Super Darurat). Ya,
konsekuensinya paling-paling PM berkurang waktu istirahatnya. Karena setiap
saat ada yang memanggil-manggil nama saya dari mulut-mulut mungil, di bawah
rumah panggungnya.
Nah, walaupun secara kualitas dan kuantitas
minat baca anak-anak di Talang Airguci sudah sangat meningkat, sebagai PM saya
tidak boleh merasa puas. Berbagai macam usaha pelestarian tetap dilakukan.
Diantaranya adalah dengan membuat klub-klub belajar. Mulai dari klub
kreativitas, klub Bahasa Inggris, sampai klub public speaking (Baca
tulisan saya GGS : Gara-Gara Sinetron).
Selain itu, ada satu
eksperimen yang (tidak pernah disangka-sangka) dapat meramaikan perpustakaan lho.
Sebagaimana judul di atas, Hall of Fame pendidikan. Iya, sebuah pameran
fotografi di ruang perpustakaan mungil kami.
***
Saya
memang punya kegemaran mengabadikan momen dengan kamera kesayangan saya. Setiap
aktivitas, baik itu di sekolah maupun ketika berpetualang di hutan, tidak
pernah luput dari bidikan lensa. Yah, bagi saya ini adalah salah satu cara
positif menyalurkan kegalauan pemuda kota yang terdampar di pedalaman hutan.
hahaha
Suatu
hari, saya teringat salah satu tugas desain 2D saya ketika masih kuliah. Finishing
sebuah karya dengan laminasi mika dof beralaskan alfaboard*. Dengan
sedikit sentuhan kreativitas, saya rasa cara ini dapat diaplikasikan untuk
membuat sebuah pameran fotografi pendidikan di penempatan saya. Sangat
memperhatikan nilai ekonomis tentunya, hehehe.
Setelah
mencetak banyak foto berbagai macam ukuran dengan kertas artpaper A3,
saya mengumpulkan alat dan bahan lainnya. Artpaper A3? Iya, sekali lagi
untuk menghemat biaya. Pertama-tama selembar foto ditempelkan di atas alfaboard
sebagai alas dan bingkai. Oia, ukuran alfaboard dapat disesuaikan sesuai
kebutuhan. Termasuk warnanya, dapat disesuaikan dengan selera. Kemudian, foto
yang sudah dibingkai diberi lapisan plastik mika. Untuk menempelkannya, cukup
dengan solasi plastik maupun double tip.
And here we are... Education hall of fame has ready to be shown. Karya kami bersama ini
kami tempel di perpustakaan. Berjejer rapi, layaknya pameran fotografi. Sebuah
kepuasan tersendiri membuat karya dengan anak-anak di penempatan. Kepuasan ini
pun semakin bertambah ketika hall of fame ini meningkatkan niat baca. Ya,
sebenarnya hubungannya jauh sih. Tapi dengan adanya pameran ini, mereka jadi
lebih sering berkunjung ke perpustakaan. Entah hanya untuk bertemu kawan maupun
melihat-lihat pameran yang tak pernah bosan dipandang. Mereka senang. Merasa
terapresiasi.
Menjadi Pengajar
Muda tidak hanya melulu tentang mengajar di kelas. Tapi tentang menikmati
hidup. Menyalurkan berbagai macam kegemaran untuk kemajuan pendidikan di daerah
pedalaman. Saya bahagia, mereka bahagia, kita semua bahagia, begitu juga dengan
Indonesia.
Salam hangat dari pedalaman hutan
Sumatera Selatan,
Hanif Azhar
*)Alfaboard : bentuk fisiknya seperti kardus tapi
berbahan plastik. Kuat, ringan, berwarna. Biasanya tersedia di stationary.
Apabila tidak ada, dapat diganti dengan kardus bekas.
Note : Tulisan ini juga dimuat dalam website resmi Indonesia Mengajar
Comments
Post a Comment