Selamat datang
Oktober. Selamat menikmati lima bulan penempatan para pengajar muda. Lima bulan
penuh keceriaan dan optimisme dari seluruh anak di pelosok negeri. Terkadang masih
seperti bermimpi, setiap hari hidup tanpa listrik, kurang air bersih, bahkan harus
berjuang hanya untuk mendapatkan sinyal. Tambahan lagi, khususnya untuk
penempatan kami, Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan, mendapatkan bonus,
kabut asap :D
Sebagai
pengajar muda, saya kurang faham dengan fenomena kabut asap di Sumatera
Selatan. Banyak kepentingan dibaliknya. Entah yang katanya kebakaran hutan,
pembukaan lahan baru, atau pembakaran tanah gambut yang baunya tidak lebih
busuk dari tumpukan sampah. Yang saya pahami hanyalah, kabut asap ini membuat
anak-anak di pedalaman hutan merasa sakit, demam, sesak nafas, mata perih,
iritasi, dan sakit hati. Entah sudah berapa banyak anak yang menjadi korban. Mungkin
ratusan, atau bahkan ribuan.
Itulah
sebabnya, sejak saya di penempatan, saya membiasakan diri memakai masker untuk
mengantisipasi dampak kabut asap tersebut. Memang aneh sih, setiap
berangkat dan pulang dari sekolah, saya selalu memakainya. Semua warga
memperhatikan, termasuk anak didik saya. “La ngape Pak Hanif pakai masker? Pak
Hanif lok pak dokter,” sapa mereka setiap hari. Tanpa bosan, pertanyaan ini
mereka ulangi.
***
Program 1
Anak 1 Masker (1A1M)
Bosan
dengan pertanyaan serupa, akhirnya suatu hari saya kumpulkan semua anak didik
SD Negeri 10 Rambang kelas jauh di lapangan. Saya mencoba menyosialisasikan
tentang pentingnya menjaga kesehatan. Saya mulai dengan hal-hal kecil di
sekitar mereka. Hal ini mencakup bahaya kabut asap Sumatera Selatan, pentingnya
sanitasi dan menjaga kebersihan, dan urgensi pemakaian masker.
Pertanyaan-pertanyaan polos dari murid-muridku di hutan ;) |
Pembagian masker untuk kesehatan :) |
“Anak-anak, la
ngape kite harus makai masker?” (Anak-anak, mengapa kita harus pakai
masker?) Saya mencoba mengawali sosialisasi. “Engke kite jadi dokter” (Supaya
kita jadi dokter) Seorang anak menjawab dari belakang. Huft, saya
mencoba mencerna jawabannya tapi tetap gagal paham. “Engke pinter lok Pak
Hanif, kemane-mane makai masker.” (Supaya pintar seperti Pak Hanif,
kemana-mana pakai masker) Anak lain menyahuti dari belakang. Saya semakin tidak
paham jawaban kedua #garukgaruktanah. “Engke dekde kene kabut asap.” (Supaya
tidak terkena kabut asap). Sahut seorang anak dari sudut kanan depan. Alhamdulillah,
akhirnya ada juga jawaban anak yang dapat saya fahami.
“La Ngape kabut asap?” (Kenapa dengan
kabut asap?) saya coba menggali jawaban dari mereka. “Kabut asap membuat
sesak nafas,” (Kabut asap membuat sesak nafas) satu anak menjawab. “Kabut
asap membuat kenengat,” (Kabut asap membuat batuk-batuk) anak lain
menyambung. “Kabut asap membuat sakit mate,” (Kabut asap membuat mata
perih) celetuk anak yang lain. Kemudian ada seorang anak berdiri tegak,
menjawab lantang penuh percaya diri. “Kabut asap membuat kite segale-gale
sakit. Sakitnya tuh di sini di dalam hatiku,” (Kabut asap membuat kita semua sakit.
Sakitnya tuh di sini, di dalam hatiku). Ia menjawab dengan sebuah lagu, entah
lagu apa : sakitnya tuh di sini, di dalam hatiku -_-‘
“Nah, olehnye kabut asap membuat mate sakit, iritasi, sesak nafas,
sakit hati, make itulah kite harus makai masker setiap ahi,” (Nah, karena kabut asap membuat mata perih, iritasi, sesak
nafas, dan sakit hati, maka kita semua harus membiasakan pakai masker setiap
hari) Saya mencoba menarik kesimpulan untuk mereka. Kemudian, saya bagikan
masker. Setiap anak mendapat satu masker. Tanpa tunggu intruksi, mereka
langsung memakainya. Kebetulan maskernya bukan tali karet yang cukup
dipasangkan ke telinga. Tapi masker tali, harus diikat dulu secara manual.
Sejenak, saya coba memperhatikan mereka. Ada yang belum bisa mengikat tali, ada
yang diikat di leher, dan yang paling lucu, ada yang dipasang sampai menutup
semua mukanya. Entah, apa lagi maksud dari semua ini -_-‘
Bahagia itu
sederhana. Mendapat hadiah masker untuk dipakai ke sekolah. Beberapa faham akan
tujuan kesehatan. Tapi masih banyak yang gagal faham. Menganggap pemakai masker
adalah pak dokter. Yang paling aneh, mereka menganggap memakai masker dapat
membuat mereka pintar, karena setiap hari pak guru memakainya. Entahlah, saya
percaya banyak jalan menuju Roma. Asalkan output utamanya mampu
meminimalisir efek kabut asap terhadap anak-anak di pedalaman hutan Sumatera
Selatan.
Salam sehat dari
anak-anak SDN 10 Rambang (kelas jauh)
Talang Airguci, Ds.
Sugihan, Kec. Rambang, Muara Enim
Pedalaman hutan,
Sumatera Selatan
Tulisan ini juga dimuat di website Indonesia Mengajar
http://indonesiamengajar.org/cerita-pm/hanif-13/masker-untuk-masa-depan
Tulisan ini juga dimuat di website Indonesia Mengajar
http://indonesiamengajar.org/cerita-pm/hanif-13/masker-untuk-masa-depan
Comments
Post a Comment